Pengantar Hukum Bisnis_MAKALAH BEA MATERAI DAN BIAYA PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan materi Bea Materai dan biaya pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Pajak Pertambahan Nilai. Penulis berharap, makalah ini mampu memberikan manfaat serta pengetahuan kepada para pembaca. Penulis  mengucapkan terima kasih kepada  teman-teman mahasiswa(i) serta dosen pembimbing atas bantuan dan ilmunya yang telah diberikan.
Akhirnya, penulis menyadari akan keterbatasan sebagai manusia. Makalah ini belum sepenuhnya sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.



Pekanbaru, 20 Maret 2017


Penulis    










DAFTAR ISI
Kata pengantar 1
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah 3
Rumusan masalah 3
Tujuan penulisan 4
Metode penulisan 4
PEMBAHASAN
Pengertian dan dasar hukum bea materai 5
Istilah – istilah bea materai 5
Objek bea materai 5
Dokumen bea materai 6
Tarif bea materai 7
Tata cara pelunasan bea materai 7
Pengertian biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan 9
Objek BPHTB 10
Pengecualian objek BPHTB 11
Cara menghitung BPHTB 12
Tata cara pembayaran dan sanksi administrasi BPHTB 13
PENUTUP 15
DAFTAR PUTAKA 16

















BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah
Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban yang sama kepada semua Warga Negara untuk berperan serta dalam pembangunan. Saat ini Indonesia membutuhkan dana untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan Negara dan pelaksanaan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila dan UUD 1945. UUD menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.
Berdasarkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah dan bangunan memberikan nilai ekonomis bagi pemiliknya, untuk itu wajar bagi mereka untuk menyerahkan sebagian nilai ekonoi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayarn pajak, yaitu Bea Hak atas Tanah dan Bangunan. Selain itu, dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan untuk meningkatkan keikutsertaan segenap warga masyarakat untuk berperan serta menghimpun dana pembangunan, maka salah satu cara dalam mewujudkannya adalah memenuhi kewajiban pembayaran Bea Meterai atas dokumen-dokumen tertentu yang digunakan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perlu diatur mengenai besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai dengan Peraturan Pemerintah serta biaya hak atas tanah dan bangunan.
Rumusan Masalah
Adapun masalah – masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
Apa itu Bea Materai?
Apa saja istilah – istilah dalam bea materai?
Apa yang menjadi objek bea materai?
Apa jenis – jenis Dokumen – Dokumen yang Dikenakan Bea Materai, dokumen yang dikecualikan Sebagai Objek Bea Materai dan Dokumen yang Tidak dikenakan bea Materai?
Bagaimana tarif dan wajib pajak bea materai?
Bagaimana tata cara penggunaan dan pelunasan Bea Materai?
Apa itu biaya pengalihan hak atas tanah dan bangunan?
Apa saja objek biaya pengalihan hak atas tanah dan bangunan?
Apa saja pengecualian dalam menghitung BPHTB?
Bagaimana cara menghitung BPHTB?
Bagaimana tata cara pembayaran pajak dan apa saja sanksi administrasi pajak?

Tujuan Penulisan
Mengetahui bea materai dan bea pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
Menambah wawasan pengetahuan pembaca tentang bea materai dan BPHTB
Memenuhi tugas makalah individu dalam matakuliah perekonomian indonesia

Metode Penulisan
Dalam membuat makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka. Pengumpulan informasi yang dibutuhkan dilakukan dengan mencari referensi – referensi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, referensi yang penulis gunakan adalah referensi yang bersumber dari buku buku perpajakan.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM BEA MATERAI
Bea Materai adalah salah satu pajak yang dipungut dan dikelola oleh Negara. Pengertian Bea Materai sebenarnya adalah biaya pengesahan/pungutan secara hukum atas suatu dokumen berharga dan penting oleh Negara. Bea Materai dapat diartikan juga sebagai suatu pungutan pajak atas dokumen – dokumen berharga. Dasar hukum pemungutan Bea Materai adalah :
Undang – Undang  No. 13 1985 tentang Bea Materai
Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1995 tentang Perbahan Tarif Bea Materai
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 182/KMK.04/1995 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Materai
2.2 ISTILAH – ISTILAH BEA MATERAI
Dokumen, adalah kertas yang berisi tulisan yang mengandung arti dan maksdu tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak yang berkepentingan.
Benda materai adalah Materai Tempel dan Kertas Materai yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI
Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya digunakan, termasuk paraf, atau teraan, atau cap tanda tangan atau cap paraf, atau teraan cap nama, atau tanda lain pengganti tanda tangan.
Pemateraian kemudian (nazegeling) adalah cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan Pemegang Dokumen atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi
Pejabat pos adalah Pejabat PT Pos Indonesia yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian

OBJEK BEA MATERAI
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :
Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
Akta-akta notaris termasuk salinannya.
Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.
Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
yang menyebutkan penerimaan uang
yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank
yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.
Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
Cek dengan nama dan dalam bentuk apa pun berharga nominal lebih dari Rp 1.000.000 dampai dengan Rp 1.000.000
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di pengadian.
Cek dan bilyet giro dengan harga nominal tanpa batas.

DOKUMEN – DOKUMEN YANG DIKENAKAN BEA MATERAI, DOKUMEN YANG DIKECUALIKAN SEBAGAI OBJEK BEA MATERAI DAN DOKUMEN YANG TIDAK DIKENAKAN BEA MATERAI.

Dokumen – Dokumen yang dikenakan Bea Materai
Menurut PP RI No. 7 tahun 1995 tentang Bea Materai, dokumen – dokumen berharga yang dikenakan Bea Materai adalah dokumen – dokumen berikut :
Surat perjanjian dan surat – surat yang dibuat untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang brsifat perdata
Akta – akta notaris termasuk salinannya
Akta – akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkapan – rangkapannya
Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,00 :
Yang menyebutkan penerimaan uang
Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank
Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
Berisi pengakuan utang yang seluruhnya atau sebagian tlah dilunasi.
Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000
Efek dengan nama dan dalam bentuk apa pun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan :
surat – surat biasa dan surat – surat kerumahtanggan
Surat – surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuan nya, tapi kemudian digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain dengan maksud lain.

Dokumen Dokumen yang dikecualikan Sebagai Objek Bea Materai dan Dokumen yang Tidak dikenakan Bea Materai

Surat penyimpanan barang, konosemen, angkutan penumpang dan barang, keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen, buku untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, dan surat – surat sejenis lainnya.
Segala bentuk ijazah, surat Tanda Lulus, Surat Keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, eltihan, kursus, dan penataran.
Berbagai bentuk tanda terima yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat – surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran seperti gaji, uang tunggu, tunjangan dan pensiun.
Tanda bukti penerimaan uang Negara dan kas Negara, kas pemerintah daerah dan bank.
Kwitansi untuk semua jenis pajak dari kas Negara, kas pemerintah daerah dan bank.
Tanda bukti penerimaan uang untuk keperluan intern organisasi
Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan – badan lainnya yang bergerak dibidang tersebut
Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan pegadaian
Tanda pembagian keuntungan atau buga dari efek dengan nama dan dalam bentuk apa pun
Dokumen yang tidak dikenai Bea Materai adalah:
Paspor dan dokumen keimigrasian
SIM/STNK
Faktur kendaraan bermotor yang diperlukan kepada Kepolisian atau untuk keperluan Dinas Polisi
Perjanjian kerja dalam rangka hubungan kerja
Dokumen perbankan.

TARIF DAN WAJIB BEA MATERAI
Saat ini tarif Bea Materai yang berlaku sesuai PP No. 24 Tahun 2000 adalah Rp 3.000 dan Rp 6.000. UU memberikan wewenang kepada PP untuk menetapkan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Materai untuk ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi – tingginya 6 kali dari harga nominal yang dikenakan Bea Materai sesuai Pasal 2 UU Bea Materai (Khusus untuk surat, surat berharga, efek cek, giro, yang memuat jumlah uang).
Bea Materai terutang oleh :
Pihak yang menerima atau pihak yang mendapatkan manfaat dari dokumen seperti penerimaan kuitansi, pihak yang mengadakan perjanjian, dan lain- lain
Pihak lain, kalau pihak atau pihak- pihak yang bersangkutan menentukan lain.

SAAT TERUTANG DAN TATA CARA PENGGUNAAN DAN PELUNASAN BEA MATERAI
Saat terutang Bea Materai :
Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat,jadi bukan pada saat ditandatangani,misalnya: cek,kuitansi
Dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah pada saat selesai dibuat,yang ditutup dengan pembubuhan tandatangan dari yang bersangkutan. Misalnya: surat perjanjian jual beli.
Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia.Bea Materai yang terutang dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian.

Tata cara pelunasan Bea Materai
Ada beberapa cara pelunasan Bea Materai, yaitu :
Dengan menggunakan benda materai, cara pelunasan dengan menggunakan benda materai ada dua macam :
Cara biasa : dengan membeli materai tempel yang berlaku, maka Bea Materai terlunasi. Setelah materai dilekatkan secara utuh dan tidak rusak pada dokumen dimana tandatangan akan dibubuhkan. Pembubuhan tanda tangan dengan tinta sebagian di atas Materai Tempel dan sebagian lagi di atas kertas dokumen disertai pembubuhan tanggal, bulan dan tahun yang tertulis dalam Materai Tempel.
Cara Pemateraian kemudian : cara khusus untuk melunasi Bea Materai atas
Dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di mka pengadilan
Dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya terutang Bea Materai
Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia
Tata cara pemateraian kemudian dilakukan sebagai berikut :
Dengan menggunakan materai tempel
Dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
Dengan cara lain
Cara ini harus dengan seizin Menteri Keuangan berdasarkan amanat Pasal 7 ayat (2) huruf b. Berdasrakan itu menteri keuangan telah menerbitkan KMK yang berlaku saat ini, yaitu KMK Nomor 133b/KMK.04/2000 Tanggal 28 April 2000 Tentang Pelunasan Bea Materai dengan menggunakan cara lain. Isi KMK tersebut antara lain :
Cara pelunasan Bea Materai dengan cara lain meliputi:
Pembubuhan tanda Bea Materai Lunas dengan menggunakan mesin teraan materai.
Pembubuhan tanda Bea Materai Lunas dengan menggunakan teknologi percetakan
Pembubuhan tanda Bea Materai Lunas dengan menggunkan teknologi komputerisasi
Pembubuhan tanda Bea Materai Lunas dengan menggunakan alat lain dengan teknologi tertentu
Pelunasan Bea Materai dengan cara lain tersebut harus dseizin tertulis dari Dirjen Pajak
Hasil pencetakan tanda Bea Materai Lunas harus dilaporkan kepada Dirjen Pajak
Pembubuhan tanda Bea Materai Lunas dengan menggunakan teknologi percetakan dilaksanakan oleh PERUM PERURI atau Perusahaan Sekuriti yang mendapatkan izin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu yang di tunjuk oleh Bank Indonesia.

PENGERTIAN, DASAR HUKUM, DAN SUBJEK PAJAK BIAYA PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.  Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan..
Dasar hukum BPHTB :
UU No. 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
KMK Nomor : 630/KMK.04/1997 Tentang Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

OBJEK PAJAK BPHTB
Yang menjadi obejk pajak atau suatu transaksi/ peristiwa dikenai BPHTB apabila transaksi atau peristiwa itu mengakibatkan salah satu pihak yang melakukan transaksi memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Tanah dan/atau bangunan dapat berupa:
tanah, termasuk tanaman di atasnya
tanah dan bangunan
bangunan, adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan antara lain gedung, rumah, kolam renang, tempat olahraga, silo dll.
Adapun Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hakpengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 16 Tahun 1985tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak Atas Tanah
Pasal 16 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwa hak-hak atas tanah yang dimaksud ialah :
hak milik; yaitu hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dimiliki orang pribadi atau badan – badan hukum tertentu yangditetapkan oleh pemerintah
hak guna usaha; yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara alam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan perundang – undangan yang berlaku.
hak guna bangunan; yaitu hak untuk   mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun
hak pakai;  yaitu hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun juga meiputi hak atas bagia bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Hak pengelolaan; yaitu hak enguasai dari Negara yang kewenangan pelakanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang hak nya.

 PENGECUALIAN OBJEK BPHTB

Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan tibal balik
Negara untuk penyelenggaraan pemerintah atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum dan kegiatan bukan untuk mencari keuntungan
Badan atau perwakilan organisasi internasional, baik pemerintah maupun nonpemerintah, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Orang pribadi atau badan kareakonversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama
Orang pribadi atau badan karena wakaf
Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
CARA MENGHITUNG BPHTB TERUTANG
Rumus untuk menghitung BPHTB terutang adalah :
Nilai Perolehan Objek Pajak
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (-)
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
Tarif BPHTB (5%) (X)
BPHTB Terutang

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)
NPOP tergantung jenis transaksinya, dalam hal :
Jual beli, NPOP nya harga transaksi
Tukar menukar, NPOP nya nilai pasar objek pajak
Waris, NPOP nya nilai pasar dari objek tersebut
Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum, NPOP nya adalah nilai pasar objek tersebut
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, NPOP nya adalah nilai pasar objek
Pemekaran usaha dan peleburan usaha, NPOP nya adalah nilai pasar dari objek pasar tersebut
Hadiah, NPOP nya adalah nilai pasar
Nilai pasar adalah harga rata- rata dari transaksi jualbeli secara wajar yan terjadi di sekitar leta tanah dan atau bangunan. Apabila NPOP tidak diketahi atau ebih rendah dari pada NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan, NPOP Pajak BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB.
Contoh :
WP A membeli tanah dan bangunan dengan NPOP (Harga transaksi) Rp 30.000.000,00. Nilai Jual Objek Pajak PBB yang digunakan untuk menghitung PBB terutang adalah Rp 35.000.000,00 maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah Rp 35.000.000,00. Sebaliknya kalau nilai pasar adalah Rp 40.000.000,00, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaaan BPHTB adalah Rp 40.000.000,00.

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU BPHTB, besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional paling banyak sebesar Rp 60.000.000. khusus untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat NPOPTKP ditetapkan secara regional Rp 300.000.000
Penghitungan BPHTB Khusus Karena Waris dan Hibah Serta karena pemberian hak perolehan
Contoh : seorang anak memperoleh wasiat dari ayahnya sebidang tanah dan bangunan di atasnya dengan nilai pasar Rp 250.000.000,00. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun yang bersangkutan mendaftar ke kantor Pertahanan setempat dengan NJOP sebesar Rp 200.000.000. Apabila letak tanah dan bangunan tersebut di Kabupaten/Kota, Kepala Kanwil Ditjen Pajak menetapkan NPOPTKP misalkan sebesar Rp 250.000.000,00 maka BTHTB terutang adalah :
Nilai perolehan Objek Pajak Rp 250.000.000,00
NPOPTKP Rp 250.000.000,00 (-)
NPOPKP nihil
BPHTB Terutang (5%) nihil
BPHTB Yang Harus dibayar nihil

Penghitungan karena pemberian Hak Pengelolaan
Besarnya BPHTB yang harus dibayar dihitung sebagai berikut :
Sebesar 0% dari BPHTB terutang, jika penerima hak pengelolaan adalah Departemen, Lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah popinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, lembaga pemerintah kainnya, PERUM dan PERUMNAS.
Sebesar 50% dari BPHTB yang terutang, jika penerimaan Hak Pengelolahan adalah pihak selain dimaksud poin a di atas.
Contoh :
Suatu BUMN memperoleh hak pengelolahan atas tanah seluas 10 HA dengan NPOP Rp 1.000.000.000,00. Apabila letak tanah dan bangunan tersebut di Kab/kota Kepala Kanwil Ditjen Pajak menetapkan NPOPTKP sebesar Rp 50.000.000, maka besarnya BPHTB terutang adalah :
NPOP Rp 1.000.000.000,00
NPOPTKP Rp       50.000.000,00
NPOPKP Rp  950.000.000,00
Bphtb Terutang (5%) Rp    47.500.000,00
BPHTB yang hars dibayar (50%) Rp    23.750.000,00

TATA CARA PEMBAYARAN/PENYETORAN DAN PELAPORAN BPHTB DAN SANKSI ADMINISTRASI SERTA PEMERIKSAAN PAJAK
Setelah WP menghitung sendiri BPHTB terutang dengan mengisi SSB, barulah WP menyetor BPHTB Terutang tersebut ke Bank atau Kantor Pos di wilayah kab/kota letak tanah dan atau bangunan dengan SSB rangkap lima paling lambat sebelum Notaris PPAT menandatangani akta pengalihan hak atau sebelum Pejabat/Kepala Kantor Lelang membuat Risalah Lelang untuk pembeli atau sebelum Kantor Pertahanan Kab/Kota mendaftar tanah tersebut. JIKA bhtb YANG SEHArusnya terutang adalah nihil, maka WP tetap mengisi SSB dengan keterangan nihil.
sanksi administrasi bagi pejabat
pejabat notaris/PPAT, Camat PPAT, dan PPAT yang menandatangani akta atau Kepala Kantor Lelang Negara yang menandatangani Risalah Lelang tanpa menerima SSB telah dibayar dari WP akan dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp 7.500.000 untuk setiap pelanggaran. Jika pejabat menandatangani akta tapi tidak melaporkan pembuatan akta perolehan hak atas tanah/bangunan ke KPPBB atau melapor lewat dari jangka waktu yang ditentukan akan dikenai sanksi administrasi dan denda sebesar Rp 250.000 untuk setiap laporan.
Sanksi administrasi bagi wajib pajak
Dalam jangka waktu 5 tahunsejak saat timbulnya utang BPHTB, Dirjen Pajak u.p Kepala KP PBB atau Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyelidikan Pajak (KARIPKA) dapat melakukan Pemeriksaan atau penelitian terhadap kewajiban perpajakan WP. Apabila dari hasil penelitian pajak terutang tidak atau kurang bayar dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis satu salah hitung, maka WP dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk menagih pajak yang tidak atau kurang di bayar atau terdapat kekurangan bayar karena salah hitung ditambah dengan sanksi administrasinya.

TATA CARA PERMOHONAN, KEPUTUSAN DAN PERHITUNGAN PENGURANGAN BPHTB
Tata Cara Permohonan Pengurangan
Permohonan diajukan oleh WP kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama / Kakanwil DJP/ Dir.Jen.Pajak dalam bahasa Indonesia dengan lampiran :
Fotokopi Surat Setoran Bea (SSB)
Fotokopi Akta/Risalah Lelang/Kep.Pemberian Hak Baru/Putusan Hakim
Fotokopi identitas
Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa
Fotokopi persetujuan Merger dari Dirjen Pajak.
Permohonan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal pembayaran;
Khusus untuk MERGER, permohonan diajukan sebelum Akta ditandatangani oleh Notaris/PPAT
Atas permohonan kemudian dilakukan Pemeriksaan Sederhana dan dituangkan dalam Berita Acara
Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan dan tidak dipertimbangkan
Keputusan Pengurangan
Keputusan oleh Kepala KPPBB/KPP Pratama dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak terima permohonan dari Wajib Pajak, lebih dari 3 (tiga) bulan dianggap diterima.  Keputusan oleh Kakanwil DJP dalam waktu 4 (empat) bulan sejak diterima pemohonan dari WP, lebih dari 4 bulan dianggap diterima, dan keputusan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 6 (enam) bulan, lebih dari 6 bulan dianggap dikabulkan
Bentuk Keputusan : mengabulkan seluruhnya/sebagian atau menolak
Wewenang Keputusan :
Ketetapan sampai dengan 2,5 M oleh Kepala Kantor PBB/ KPP Pratama
Ketetapan diatas 2,5 M sampai dengan 5 M oleh KAKANWIL DJP
Lebih dari 5 M, dampak krisis, merger dan Bank Mandiri oleh Direktur Jenderal Pajak
Pengurangan Yang Dihitung Sendiri Oleh WP
Terhadap WP yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besar pengurangan sebelum pembayaran BPHTB. Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda“pengurangan dihitung sendiri” dan jumlah setoran setelah pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan permohonan pengurangan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Bila permohonannya ditolak/dikabulkan namun BPHTB masih kurang bayar maka terhadap WP tersebut dikenakan sanksi bunga 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut, maksimum 24 bulan. Terhadap BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali.


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Menurut Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, dan inilah yang dinamakan dengan pajak.
Adapun Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hakpengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 16 Tahun 1985tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Yang menjadi subjek dari BPHTB ini adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai tanah dan bangunan dan ini juga sesuai dengan yang terdapat dalam UU BPHTB. Sedangkan yang menjadi objek dari BPHTB ini yaitu tanah dan bangunan.\
Dasar dari pengenaan BPHTB ini yaitu nilai perolehan Objek pajak (NPOP), dan kemudian yang dikurangi dengan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP). Dan tarif yang diberlakukan dalam perhitungan BPHTB ini adalah tarif final sebesar 5% sebagaiman terdapat dlam UU No. 20 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan tahun 2004.



B.   Saran
Bagi masyarakat hendaknya lebih patuh dan rajin dalam mmbayar pajak, karena sesungguhnya salah satu pendapatan daerah / negara adalah dari pajak. Jadi jangan ada lagi yang curang dalam pembayaran pajak. Jadilah wajib pajak yang baik dan taat akan peraturan hukum.
Bagi pemerintah, hendaknya lebih mensosialisasikan mengenai pajak ini, agar masyarakat lebih paham dan mengerti sehingga tidak ada lagi hambatan dalam pemungutan pajak.












DAFTAR PUSTAKA

Sukardji, Untung. 2015. Pokok – Pokok PPN Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada

Markus, Muda. 2005. Perpajakan Indonesia Suatu Pengantar. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Judisseno, Rimsky. 1999. Prpajakan Edisi Revisi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Sukardji, Untung. 2015. Pajak Pertambahan Nilai Edisi Revisi. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem informasi akuntansi_PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI DIFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTASI

Pengantar Bisnis _ Bisnis dan semua yg aspek - aspek nya_Akuntansi-Semester 1-Materi 1

Perilaku Keorganisasian_ Sikap dan kepuasan kerja