Perilaku Keorganisasian_ Sikap dan kepuasan kerja

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas kehidupan kerja mengungkapkan bahwa pentingnya kebutuhan kehidupan manusia berada pada lingkungan kerjanya. Dari kualitas kerja, akan mengubah suatu organisasi ke arah yang lebih maju. Kualitas kerja mempengaruhi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Contohnya apabila kualitas kinerja seseorang baik dalam suatu organisasi, maka ia akan mendapatkan penghargaan dan bisa memenuhi kebutuhan suatu yang diperlukan. Moral dari suatu individu mempengaruhi suatu kualitas kinerja seseorang. Apabila moral itu rendah maka hasil pencapaiannya pun akan berjalan tidak efektif. Dibutuhkan keterampilan dan motivasi dalam suatu kualitas kerja. Oleh karena itu, seseorang harus mampu meningkatkan moralnya dalam suatu organisasi dan ia harus mampu mengambil keputusan yang terbaik dalam organisasi tersebut.
Kualitas kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Kinerja karyawan yang meningkat, akan berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja dalam organisasi meningkat juga. Kualitas kehidupan kerja bisa terwujud apabila para pelaku organisasi mampu memahami karakteristik tiap individu – individunya dan dapat meningkatkan proses pekerjaannya untuk lebih baik. Dengan adanya moral, maka tiap individu mempunyai kualitas kinerja yang baik. Karyawan yang bermoral tinggi pasti akan berpengaruh terhadap organisasinya, dan akan mempunyai perilaku yang baik.
Ganjaran merupakan suatu yang diterima seseorang sebagai balasan yang telah seseorang lakukan. Dalam hal ini, ganjaran merupakan bagian dari konsep perilaku organisasi untuk memehami pentingnya suatu ganjaran bagi para pelaku organisasi. Kepuasan kerja merupakan suatu hasil kinerja seseorang kepada organisasi/perusahaan yang ia masuki. Kepuasan kerja sangat penting dipelajari dalam berperilaku organisasi karena hal ini akan mengetahui pentingnya tingkat kinerja seseorang dan komitmen seseorang pada suatu pekerjaan yang ia lakukan.




Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
Apakah definisi dari sikap itu ?
Apa saja komponen dari sikap ?
Seberapa konsistenkah sikap itu ?
Apakah perilaku selalu mengikuti sikap ?
Bagaimana sikap karyawan dapat diukur?
Apa arti penting dari sikap terhadap keragaman ditemat kerja?
Apa itu kepuasan kerja?
Bagaimana cara mengukur kepuasan kerja?
Seberapa puas individu dengan pekerjaan mereka?
Apakah yang menyebabkan kepuasan kerja?
Apa pengaruh dari karyawan yang tidak puas dan puas ditempat kerja?

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Mengetahui definisi dari sikap
Mengetahui komponen dari sikap
Memahami seberapa konsistenkah sikap itu
Mengetahui apakah perilaku selalu mengikuti sikap
Memahami bagaimana sikap karyawan dapat diukur
Mengetahui arti penting dari sikap terhadap keragaman ditemat kerja
Mengetahui pengertian kepuasan kerja
Mengetahui bagaimana cara mengukur kepuasan kerja
Mengetahui seeberapa puas individu dengan pekerjaan mereka
 Mengetahui yang menyebabkan kepuasan kerja
 Mengetahui pengaruh dari karyawan yang tidak puas dan puas ditempat kerja

Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada setiap pembaca dalam menambah ilmu dan wawasan mengenai sikap dan kepuasan kerja. Sehingga, makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam memahami materi ini.
Bagi penulis makalah ini sangat membantu dalam menyelesaikan tugas Perilaku Keorganisasian untuk menyelesaikan kuliah penulis.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SIKAP DAN KEPUASAN KERJA
2.1.1 Sikap
Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu.
Sikap tersebut sangat rumit. Ketika kita bertanya mengenai pendapat seseorang tentang sesuatu, walaupun mendapat jawaban yang sederhana tetapi alasan – alasan yang mendasari respons tersebut mungkin sangat rumit. Untuk benar – benar memahami sikap, kita harus mempertimbangankan karakteristik fundamental mereka.

2.1.1.1 Komponen Sikap
Para peneliti telah berasumsi bahwa sikap mempunyai tiga komponen : kesadaran, perasaan dan perilaku.










2.1.1.2 Seberapa Konsistenkah Sikap Itu ?
Individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka seingga mereka terlihat rasional dan konsisten. Ketika terdapat ketidakkonsistenan, timbullah dorongan untuk mengembalikan individu tersebut ke keadaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini bisa dilakukan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian.
Para eksekutif industri rokok memberikan sebuah contoh. Kita munkin bertanya – tanya, bagaimana orang – orang ini mengatasi serangan tanpa henti dari data yang berhubungan dengan merokok dan dampak negatifnya terhadap kesehatan? Misalnya, mereka bisa menyangkal bahwa penyebab jelas antara dan kanker telah ditentukan. Mereka bisa mencuci otak mereka sendiri dengan terus – menerus menyebutkan manfaat tembakau. Mereka bisa mengakui akibat – akibat negatif dari merokok, tapi membenarkan bahwa orang – orang akan merokok dan perusahaan tembakau hanya mempromosikan kebebasan pilihan.
Pada akhir tahun 1950-an, Leon Festinger mengemukakan teori ketidaksesuaian kognitif (cognitif dissonance). Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesuaian yang dirasakan oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara sikap dan perilaku. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan apapun tidaklah menyenangkan dan bahwa individu akan berusaha mengurangi ketidakseuaian dan tentunya kenyamanan tersebut. Oleh karena itu, individu mencari keadaan yang stabil, dimana hanya ada ketidaksesuaian yang sedikit.
Keinginan untuk mengurangi ketidaksesuaian akan ditentukan oleh pentingnya elemen – elemen yang menciptakan ketidaksesuaian, tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang individu terhadap elemen – elemen tersebut, dan penghargaan yang mungkin terlibat dalam ketidaksesuaian. Apabila elemen – elemen yang menghasilkan ketidaksesuaian relatif tidak penting, tekanan untuk memperbaiki ketidakseimbangan akan rendah.
Tingkat pengaruh yang diyakini seseorang terhadap elemen – elemen tersebut akan berpengaruh terhadap bagaimana mereka bereaksi atas ketidaksesuaian tersebut. Apabila merasa ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh suatu hal atas mana mereka tidak memiliki pilihan lain, kemungkinan besar mereka kurang menerima perubahan sikap.
Penghargaan juga memengaruhi tingkat sampai mana individu termotivasi untuk mengurangi ketidaksesuaian. Penghargaan tinggi yang menyertai ketidaksesuaian yang tinggi cendrung mengurangi ketegangan yang melekat pada ketidaksesuaian. Penghargaan berfungsi mengurangi ketidaksesuaian dengan cara meningkatkan sisi konsistensi dari neraca individu.
Faktor – faktor ini menyatakan bahwa hanya karena individu mengalami ketidaksesuaian, mereka tidak harus bergerak langsung untuk menguranginya. Apabila persoalan yang mendasari ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan pada dasarnya tidak bisa dikendalikan oleh mereka, atau apabila penghargaan – penghargaan tersebut cukup signifikan untuk mengimbangi ketidaksesuaian, individu tersebut tidak akan mengalami ketegangan hebat untuk mengurangi ketidaksesuaian.
Semakin besar ketidaksesuaian setelah ditinjau dari faktor kepentingan, pilihan, dan penghargaan, semakin besar tekanan untuk menguranginya.

2.1.1.3 Apakah Perilaku Selalu Mengikuti Sikap ?
Sikap memengaruhi perilaku. Sikap mempunyai hubugan sebab akibat dengan perilaku; yaitu, sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Akal sehat juga menyatakan sebuah hubungan. Tidakkah logis bila individu menonton program televisi yang mereka sukai dan karyawan berusaha menghindari pekerjaan yang tidak mereka sukai ?
Pada akhir 1960-an, penelitian menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku atau paling banyak hanya berhubungan sedikit. Penelitian menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memerkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variabel – variabel pengait.

Variabel – variabel pengait.
Variabel pengait sika dan perilaku yang paling kuat adalah pentingnya sikap, kekhususan nya, aksesibilitas nya, apakah ada tekanan – tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut.
Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai – nilai fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang dihargai oleh seseorang. Sikap – sikap yang dianggap penting oleh individu cendrung menunjukkan hubungan yang kuat dengan perilaku. Semakin khusus sikap tersebut, semakin kuat hubungan antara keduanya.
Sikap yang mudah diingat cenderung lebih bisa digunakan untuk memprediksi perilaku bila dibandingkan sikap yang tidak bisa diakses dalam ingatan. Menarikanya, kita cenderung lebih mengingat sikap yang sering diungkapkan. Jadi, semakin besar kita berbicara tentang sikap kita mengenai suatu persoalan, semakin besar kemungkinan kita mengingatnya, dan semakin besar kemungkinan sikap ini membentuk perilaku kita.
Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku kemungkinan besar muncul ketika tekanan sosial untuk bererilaku dalam cara – cara tertentu memiliki kekuatan yang luar biasa. Akhirnya, hubungan sikap dan perilaku mungkin menjadi lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu dengan mana individu tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara langsung.
Teori Persepsi Diri
Teori persepsi diri membuktikan bahwa sika digunakan, setelah melakukan sesuatu untuk memahami suatu tindakan yang telah terjadi daripada sebagai alat yang mendahului dan memandu tindakan. Berlawanan dengan teori ketidaksesuaian kognitif, sikap hanyalah ernyataan verbal yang sederhana. Ketika individu ditanyai tentang sikap mereka, mereka tidak mempunyai pendirian atau perasaan yang kuat, teori perseosi diri mengatakan bahwa mereka cendrung membuat jawaban yang masuk akal.
Teori persesi diri ini sangat didukung. Sementara hubungan sikap- perilaku yang tradisional pada umumnya positif, hubungan perilaku-sikap sama kuatnya. Ini sangat benar ketika sikap tidak jelas dan ambigu. Ketika sikap telah terbentuk untuk sementara waktu dan didefinisikan dengan baik, sikap tersebut kemungkinan besar akan menuntun perilaku kita.

Apakah Sikap Kerja yang Utama?
Kita akan memfokuskan mengenai sikap yang berkaitan dengan kerja yang berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek – aspek lingkungan kerja mereka. Yaitu ; kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan dan komitmen organisasional.

Kepuasan Kerja
Keuasan kerja adlah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteistiknya. Seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan – perasaan positif tentang ekerjaan tersebut, dan sebaliknya.

Keterlibatan Kerja
Keterlibatan pekerjaan mengukur tingkat sampai mana individu secara sikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri.
Konsep pemberian wewenang psikologis, yaitu keyakinan karyawan terhadap sejauh apa mereka memiliki lingkungan kerja, kompetensi, makna pekerjaan , dan otonomi dalam pekerjaan, juga sangat berkaitan dengan sikap kerja.
Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar – benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Selain itu, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berhubungan dengan ketidakhadiran yang lebih sedikit dn angka pengunduran diri yang lebih rendah.

Komitmen Organisasional
Yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan – tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Tiga dimensi komitmen organisasional :
Komitmen afektif, yaitu perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai – nilainya.
Komitmen berkelanjutan, yaitu nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut.
Komitmen normatif, yaitu kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan – alasan moral atau etis.
Komitmen afektif memiliki hubungan yang lebih erat dengan hasil- hasil organisasional seperti kinerja dan perputaran karyawan bila dibandingkan dua komitmen lainnya.
Komitmen organisasional sebagai sikap yang berkaitan dengan pekerjaan bila dibandingkan dengan sebelumnya tidak begitu penting.

Sikap Kerja yang Lain
Dukungan organisasional yang dirasakan adalah tingkat sampai mana karyawan yakin organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa individu merasa organisasi mereka bersikap suportif ketika penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilam keputusan, dan pengawas mereka dianggap suportif.
Sebuah konsep yang paling baru adalah keterlibatan karyawan, yaitu keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan. Unit bisnis yang tingkat keterlibatan karyawannya rata – rata tinggi mempunyai tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi, lebih produktif, mempunyai keuntungan yang lebih tinggi serta tingkat perputaran karyawan dan kecelakaan yang lebih rendah.

Apakah Sikap Kerja Ini Benar-benar Berpengaruh Besar?
Sikap ini sangat berkaitan. Barangkali samai tingkat yang menyusahkan. Sebagai contoh, korelasi antara dukungan organisasional yang dirasa dan komitmen afektif sangatlah kuat. Masalahnya adalah korelasi yang kuat berarti bahwa variabel – variabel tersebut mungkin berlebihan. Dan kenapa kelebihan tersebut menyusahkan yaitu mengapa mempunyai dua konsep yang mempunyai label berbeda ketika kita hanya membutuhkan satu?

Bagaimana Sikap Karyawan Dapat Diukur?
Metode yang paling populer adalah melalui penggunaan survei sikap. Survei sikap umumnya memberikan karyawan serangkaian pernyataan atau pertanyaan dengan skala penilaian yang menunjukkan tingkat kecocokan. Contohnya “Besarnya upah organisasi ini kompetitif dengan organisasi lain” ; “saya bekerja dalam bidang dimana saya bisa memanfaatkan kemampuan saya dengan sebaik – baiknya;” dan “ saya tahu apa yang diharapkan oleh atasan dari diri saya”. Idealnya, hal – hal ini harus dilakukan untuk mengetahui apa yang diinginkan manajemen. Nilai sikap individual diperoleh dengan cara menjumlahkan resons terhadap soal – soal kuesioner. Nilai – nilai ini kemudian bisa dirata – rata untuk kelompok kerja, tim, atau organisasi secara keseluruhan.
Penggunaan survei sikap secara teratur memberi manajer umpan balik yang berharga mengenai bagaimana karyawan menerima kondisi kerja mereka. Kebijaksanaan dan praktik yang dianggap objektif dan adil oleh manajemen mungkin dianggap tidak adil oleh karyawan pada umumnya atau oleh kelompok karyawan tertentu.
Penggunaan survei sikap reguler bisa lebih awal menyiagakan manajemen terhadap masalah – masalah potensial dan niat – niat para karyawan sehingga tindakan bisa diambil untuk mencegah berbagai akibat negatif.

Apa Arti Penting dari Sikap terhadap Kebergaman di Tempat Kerja?
Para manajer semakin khawatir dengan sikap karyawan yang berubah untuk mencerminkan perspektif yang berubah mengenai ras, gender dan persoalan perbedaan lainnya. Komentar untuk seorang rekan kerja dengan jenis kelamin yang berbeda yang 20 tahun lalu mungkin dianggap sebagai pujian bisa menjadi satu hal yang menghambat karier pada zaman sekarang. Seperti halnya, organisasi mulai melakukan investasi dalam pelatihan untuk membantu membentuk kembali sikap para karyawan.
Program keberagaman hampir semuanya meliputi fase evaluasi diri. Individu didesak untuk memeriksa diri sendiri serta menghadapi stereotip etnis dan kultural yang mungkin mereka miliki. Kemudian para partisipan biasanya ambil bagian dalam diskusi kelompok atau anel – panel dengan wakil dari berbagai kelompok.
Aktivitas tambahan yang dirancang untuk mengubah sikap termasuk mengatur individu untuk melakukan pekerjaan sukarela dipusat – pusat layanan sosial atau masyarakat guna bertemu secara langsung dengan individu atau kelompok dari latar belakang yang berbeda – beda serta menggunakan latihan yang membiarkan para partisipan merasakan seperti apakah menjadi berbeda itu.

Kepuasan Kerja
2.1.2.1 Mengukur Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya.
Dua pendekatan yang paling luas digunakan adalah penilaian tunggal secara umum dan nilai penyajian akhir yang terdiri atas sejumlah aspek pekerjaan. Metode penilaian tunggal secara umum dekedar meminta individu untuk merespons satu pertanyaan, seperti “Dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puaskah anda dengan pekerjaan anda?”. Kemudian para responden menjawab dengan cara melingkari sebuah angka antara 1 dan 5 yang cocok dengan jawaban dari “sangat puas” sampai dengan “sangat tidak puas”. Sedangkan penyajian akhir aspek pekerjaan lebih rumit. Pendekatan ini mengidentifikas elemen – elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen. Faktor – faktor khusus yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan, pengawasan bayaran saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan rekan – rekan kerja. Faktor – faktor ini dinilai berdasarkan skala standar dan kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja secara keseluruhan. Kedua metode tersebut sangat berguna.

2.1.2.2 Seberapa Puas Individu dengan Pekerjaan Mereka ?
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan mengalami banyak perubahan, bergantung pada segi kepuasan kerja yang kita bicarakan. Secara rata – rata, individu merasa puas dengan keseluruhan pekerjaan mereka, dengan kerja itu sendiri, serta dengan pengawas dan rekan kerja mereka. Namun, mereka cendrung tidak begitu puas dengan bayaran dan peluang promosi yang diberikan perusahaan.



Apakah yang Menyebabkan Kepuasan Kerja ?
Kemungkinannya adalah kita menyukai pekerjaan yang kita lakukan. Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja, menikmati kerja itu sendiri hampir selalu merupakan segi yang berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keseluruhan. Pekerjaan menarik yang memberikan pelatihan, variasi, kemerdekaan, dan kendali memuaskan sebagian karyawan. Dengan kata lain, sebagian individu lebih menyukai pekerjaan menantang dibandingkan dengan kerja yang diramalkan dan rutin.
Bayaran dan kepuasan kerja seringkali diutarakan ketika mendiskusikan kepuasan kerja. Bayaran dan kepuasan kerja memiliki suatu hubungan yang menarik. Untuk individu yang miskin atau hidup di negara – negara miskin, upah sangat berhubungan dengan kepuasan kerja dan kebahagiaan secara keseluruhan. Tetapi setelah individu mencapai satu tingkat kehidupan yang nyaman, hubungan tersebut sebenarnya menghilang.
Sekarang, uang memotivasi individu. Tetapi, apa yang memotivasi kita belum tentu sama dengan apa yang membuat kita bahagia.
Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga memainkan peran. Sebagai contoh, bebrapa individu dipengaruhi untuk menyukai hampir segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang sebenarnya tampak hebat. Penelitian menunjukkan bahwa individu mempunyai kepribadian negatif biasanya kurang puas dengan pekerjaan mereka.

Pengaruh dari Karyawan yang Tidak Puas dan Puas di Tempat Kerja
Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai dan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis sangat bermanfaat dalam memahami konsekuensi dari ketidakpuasan. Kerangka tersebut memiliki empat respons yang berbeda satu sama lain bersama dengan dua dimensi : konstruktif/destruktif dan aktif/pasif. Respons tersebut didefinisikan sebagai :
Keluar (exit): Perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri
Aspirasi (voice) : Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja
Kesetiaan (loyalty): Secara pasif tapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan memercai organisasi dan manajemen untuk “melakukan hal yang benar”
Pengabaian (neglect): Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus – menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
Perilaku keluar dan pengabaian mencakup variabel – variabel kerja (produktivitas, ketidakhadiran, dan perputaran karyawan). Tetapi, model ini mengembangkan respons karyawan untuk mencakup pengaruh dan kesetiaan, perilaku konstruktif yang memungkinkan individu untuk menoleransi situasi yang tidak menyenangkan atau membangkitkan kondisi kerja yang memuaskan.
Anggota serikat kerja sering mengungkapkan ketidakpuasan melalui prosedur keluhan atau negosiasi kontrak formal. Mekanisme suara ini memungkinkan anggota serikat kerja untuk meneruskan pekerjaan mereka sambil meyakinkan diri mereka sendiri bahwa mereka berupaya memperbaiki situasi.

Kepuasan Kerja dan Kinerja
Pekerja yang bahagia cendrung lebih produktif, meskipun sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut. Akan tetapi, para peneliti percaya bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan adalah sebuah mitos manajemen. Organisasi yang memiliki karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.


Kepuasan Kerja dan OCB
Kepuasan kerja menjadi faktor penentu utama dari perilaku kewargaan organisasional (organizational citizenship behavior-OCB) seorang karyawan.
Karyawan yang puas tampaknya cenderung berbicara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam mereka. Kepuasan mempengaruhi OCB tapi melalui persepsi – persepsi keadilan.
Pada dasarnya kepuasan kerja bergantung pada gambaran – gambaran mengenai hasil, perlakuan dan prosedur – prosedur yang adil.

Kepuasan Kerja dan Kepuasan Pelanggan
Karyawan dalam pekerjaan jasa sering berinteraksi dengan pelanggan. Bukti menunjukkan bahwa karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Dalam organisasi jasa, pemeliharaan dan peninggalan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan garis depan berhubungan dengan pelanggan.
Karyawan yang puas cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para pelanggan. Karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, pelanggan kemungkinan besar menemui wajah – wajah yang familiar dan menerima layanan yang berpengalaman. Kualitas ini membangun kepuasan dan kesetiaan pelanggan.

Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran
Ada hubungan negatif antara kepuasan dan ketidakhadiran. Karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan.
Faktor – faktor lain memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi.

Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan
Kepuasan juga berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan, tetapi korelasi tersebut lebih kuat daripada apa yang kita ketahui untuk ketidakhadiran. Namun, faktor seperti kondisi asar tenaga kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa jabatan dengan organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan yang aktual untuk meninggalkan pekerjaan seseorang pada saat ini.
Pengait penting nya adalah tingkat kinerja karyawan. Selain itu organisasi banyak cara mempertahankan orang ini seperti kenaikan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi yang meningkat, dan lain – lain.
Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja
Ketidakpuasan kerja juga mengakibatkan upaya pembentukan serikat kerja, penyalahgunaan hakikat, pencurian ditempat kerja, pergaulan yang tidak pantas, dan kelambanan. Hal ini disebut sindrom perilaku menyimpang ditempat kerja (atau penarikan diri karyawan).
Apabila para pemberi kerja ingin mengendalikan konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakpuasan kerja, mereka lebih baik menyelesaikan sumber masalahnya yaitu ketidakpuasan dari pada berusaha mengendalikan respons – respons yang berbeda.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ganjaran membentuk perusahaan mencapai satu tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan. Adanya kompensasi membuat karyawan termotivasi dalam pekerjaannya. Dari kompensasi, merupakan pencerminan dari nilai pekerjaan seseorang dan kepuasan kinerja karyawan. Apabila kompensasi disalurkan dengan tepat, maka karyawan dapat termotivasi lebih agar tujuan yang ingin di capai oleh organisasi tersebut bisa tercapai. Apabila kompensasi/gaji terlambat untuk diberikan maka akan berdampak kepada prestasi karyawan, kinerja yang menurun dan kepuasan nya pun kurang baik. Kepuasan kerja berkaitan dengan hal positif yang dirasakan dalam organisasi merupakan suatu hasil yang dicapai. Kepuasan kerja berarti meningkatnya efektivitas pekerjaan sehingga tujuan yang ingin dicapai bisa terwujud. Apabila kepuasan dalam bekerja bisa tercapai, maka karyawan akan mendapat penghargaan. Hal ini akan membuat mereka termotivasi dalam bekerja selanjutnya. Oleh karena itu, organisasi harus mampu menciptakan keyakinan bahwa tujuan organisasi adalah tujua para karyawannya juga, sehingga terjadi hubungan yang selaras dan akan menciptakan komitmen karyawan terhadap organisasi/tempat ia bekerja.

Saran
Penulis menyadari bahwa pada penulisan makalah ini masih banyak kekurangan – kekurangan. Untuk lebih memahami materi ini sebaikanya para pembaca menambah buku lain sebagai referensi dan melihat contoh – contoh yang ada pada buku tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Robbins, Stephen P dan Timothy A. Judge. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior). Jakarta: Salemba Empat, 2014. click

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem informasi akuntansi_PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI DIFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTASI

Pengantar Bisnis _ Bisnis dan semua yg aspek - aspek nya_Akuntansi-Semester 1-Materi 1