Perilaku Keorganisasian_ Konsep - Konsep Motivasi

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Istilah motivasi merujuk pada sebuah keadaan internal yang mengaktifkan dan memberikan petunjuk kepada pikiran kita. Seseorang mulai lapar apabila melihat iklan makanan di televisi mengingatkannya bahwa dia memiliki makanan di kulkas dan menuju ke dapur. Jika motiv rasa lapar tidak diaktifkan,mungkin motifnya untuk berhasil di sekolah dapat memberikan arahan yang berbeda kepadanya-mungkin membaca buku psikologi. Jika semua motifnya tidak diaktifkan,dia tidak akan melakukan apa apa. Motif adalah pusat kehidupan kita yang membangkitkan dan mengarahkan apa yang kita pikirkan,rasakan,dan kita lakukan.
Beberapa motif seperti rasa lapar berasal dari keadaan psikologis internal.karena kita akan melihat,beberapa factor internal,seperti tingkat gula dalam darah,penting dalam meregulasi rasa lapar. Tetapi motif lain,seperti motif motif untuk sukses,tidak berdasarkan pada eadaan psikologis internal yang sederhana.untuk semua motif,isyarat eksternal berperan penting.
Setiap orang mempunyai peristiwa atau masalah yang terjadi pada dirinya atau pengalaman yang membuat dia akhirnya termotivasi. Hal ini akan berbeda pada setiap individu walau melihat hal yang sama.
Hedonisme juga merupakan salah satu motivatornya, ketakutan, kekhawatiran dengan kelangsungan hidupnya hingga menghindari pembunuhan. Bila berpikir untuk menang dia tak ragu tuk menyerang, ia akan melakukan apapun yang terbaik untuk dirinya.
Motivasi merupakan salah satu topik yang sering ditelt dalam PO. Salah satu keterpopulerannya baru-baru ini diuangkap dalam Gallup Poll yang menemukan bahwa mayoritas karyawan 55 persen tepatnya tidak berantusias pada pekerjaan mereka.
Jadi hal ini memberikan kita banyak pengetahuan mengenai cara meningkatkan motivasi . Dalam bab ini kita akan meninjau dasar-dasar motivasi, menilai beberapa teori motivasi, dan memberikan sebuah model integratif yang menunjukkan cara terbaik memadukan teori-teori ini.

Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini, adalah sebagai berikut :
Apa pengertian motivasi?
Apa saja teori – teori motivasi ada zaman dahulu?
Apa saja teori – teori motivasi kontemporer? Dan bagaimana cara mengintegrasikannya ?

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen yang bersangkutan dan mengetahui berbagai hal yang berkaitan dengan konsep  motivasi dalam perilaku keorganisasian.

BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP – KONSEP MOTIVASI
a. Teori – Teori Motivasi pada Zaman Dahulu
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan.
Selanjutnya, Samsudin (2005) memberikan pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan memperahankan kehidupan.
Mangkunegara (2005,61) menyatakan : “motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka motivasi merupakan respon pegawai terhadap sejumlah pernyataan mengenai keseluruhan usaha yang timbul dari dalam diri pegawai agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan yang dikehendaki oleh pegawai tercapai.
a.1 Hierarki Teori Kebutuhan
Hal ini bermula ketika maslow melakukan  penelitian perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya, didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain.[  Contohnya jika individu merasa haus, maka individu akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Individu dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu.Tetapi tanpa air, individu hanya dapat hidup selama beberapa hari saja karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan.
Kebutuhan-kebutuhan ini sering disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan dasar yang digambarkan sebagai sebuah hierarki atau tangga yang menggambarkan tingkat kebutuhan.
Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri
 Maslow  memberi  hipotesis bahwa setelah individu  memuaskan  kebutuhan pada tingkat paling bawah, individu akan  memuaskan  kebutuhan pada tingkat yang berikutnya.Jika pada  tingkat tertinggi  tetapi  kebutuhan dasar tidak terpuaskan, maka individu dapat kembali pada  tingkat  kebutuhan yang sebelumnya. Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi  kekurangan (deficiency motivation) dan motivasi  perkembangan (growth motivation). Motivasi  kekurangan  bertujuan  untuk  mengatasi masalah  ketegangan  manusia karena berbagai kekurangan yang ada. Sedangkan motivasi pertumbuhan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang.  Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap manusia.
Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan  paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik.  Kebutuhan-kebutuhan  itu  seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, tidur dan oksigen (sandang, pangan, papan).  Kebutuhan-kebutuhan  fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya. Manusia yang lapar akan selalu termotivasi untuk makan, bukan untuk mencari teman atau dihargai. Manusia akan mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu terpuaskan. Di masyarakat yang sudah mapan, kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar adalah sebuah gaya hidup. Mereka biasanya sudah memiliki cukup makanan, tetapi ketika mereka berkata lapar maka yang sebenarnya mereka pikirkan adalah citarasa makanan yang hendak dipilih, bukan rasa lapar yang dirasakannya.[1] Seseorang yang sungguh-sungguh lapar tidak akan terlalu peduli dengan rasa, bau, temperatur ataupun tekstur makanan.
Kebutuhan fisiologis berbeda dari kebutuhan-kebutuhan lain dalam dua hal.  Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang bisa terpuaskan sepenuhnya atau minimal bisa diatasi. Manusia dapat merasakan cukup dalam aktivitas makan sehingga pada titik ini, daya penggerak untuk makan akan hilang.] Bagi seseorang yang baru saja menyelesaikan sebuah santapan besar, dan kemudian membayangkan sebuah makanan lagi sudah cukup untuk membuatnya mual. Kedua, yang khas dalam kebutuhan fisiologis adalah hakikat pengulangannya. Setelah manusia makan, mereka akhirnya akan menjadi lapar lagi dan akan terus menerus mencari makanan dan air lagi. Sementara kebutuhan di tingkatan yang lebih tinggi tidak terus menerus muncul. Sebagai contoh, seseorang yang minimal terpenuhi sebagian kebutuhan mereka untuk dicintai dan dihargai akan tetap merasa yakin bahwa mereka dapat mempertahankan pemenuhan terhadap kebutuhan tersebut tanpa harus mencari-carinya lagi.
Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety/Security Needs)
Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah apa yang disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti kriminalitas, perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam. Serta kebutuhan secara psikis yang mengancam kondisi kejiwaan seperti tidak diejek, tidak direndahkan, tidak stres, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total.[1] Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-ancaman meteor, kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain.
Menurut Maslow, orang-orang yang tidak aman akan bertingkah laku sama seperti anak-anak yang tidak aman.  Mereka akan bertingkah laku seakan-akan selalu dalam keadaan terancam besar. Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berelebihan serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang tidak diharapkannya.
Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang (Social Needs)
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk dibutuhkan oleh orang lain agar ia dianggap sebagai warga komunitas sosialnya. Bentuk akan pemenuhan kebutuhan ini seperti bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi sejak kanak-kanak tidak akan merasa panik saat menolak cinta. Ia akan memiliki keyakinan besar bahwa dirinya akan diterima orang-orang yang memang penting bagi dirinya.  Ketika ada orang lain menolak dirinya, ia tidak akan merasa hancur. Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya. Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut jika kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya. Maslow juga mengatakan bahwa kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan cinta yang menerima. Kita harus memahami cinta, harus mampu mengajarkannya, menciptakannya dan meramalkannya. Jika tidak, dunia akan hanyut ke dalam gelombang permusuhan dan kebencian.
Kebutuhan Akan Penghargaan (Esteem Needs)
Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, selanjutnya manusia akan bebas untuk mengejar kebutuhan egonya atas keinginan untuk berprestasi dan memiliki prestise. Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan. Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi yang ditemukan Maslow.
Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Self-actualization Needs)
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini, seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi. Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak anak muda di [Brandeis]] memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai aktualisasi diri.

a.2 Teori X dan Teori Y
Douglas Mc Gregor menemukan teori X dan Y setelah mengkaji cara para manager berhubungan dengan para karyawan. Ada empat asumsi yang dimiliki oleh manager dalam teori X, yaitu:
1. karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya
2. karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dikendalikan atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan
3. karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal (asumsi ketiga)
4. sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y, yaitu: 1. karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain
2. karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan
3. karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung-jawab
4. karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.

a.3 Teori Dua Faktor
Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik.
Faktor-faktor ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi :
(1) Upah,
(2) Kondisi kerja,
(3) Keamanan kerja,
(4) Status,
(5) Prosedur perusahaan,
(6) Mutu penyeliaan,
(7) Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan.
Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi mereka. Tetapi ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak ada kepuasan”, kondisi ekstrinsik disebut ketidakpuasan,atau faktor hygiene.
Faktor Intrinsik meliputi :
(1) Pencapaian prestasi,
(2) Pengakuan,
(3) Tanggung Jawab,
(4) Kemajuan,
(5) Pekerjaan itu sendiri,
(6) Kemungkinan berkembang.
Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu, faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau motivator.
Teori dua faktor Herzberg mengasumsikan bahwa hanya beberapa ciri pekerjaan dan karakteristik dapat menghasilkan motivasi. Beberapa karakteristik yang menjadi fokus manajer akan bisa menghasilkan kondisi kerja yang nyaman, tetapi tidak memotivasi karyawan. Motivasi ini diukur dengan cara mewancarai karyawan untuk menguraikan kejadian pekerjaan yang kritis.

b. Teori – teori Motivasi Kontemporer
b.1 Teori kebutuhan McClelland
Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut: 1. kebutuhan pencapaian; dorongan untuk melebihi, mencapai standar, berusaha keras untuk berhasil 2. kebutuhan kekuatan; kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya
3. kebutuhan hubungan; keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab
b.2 Teori Evaluasi Kognitif
TeTeori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori ini memperlihatkan penghargaan-penghargaan ekstrinsik digunakan oleh organisasi-organisasi sebagai imbalan atas kinerja yang unggul, penghargaan-penghargaan intrinsik yang berasal dari individu yang mengerjakan tugas yang mereka sukai, berkurang. Dengan kata lain, ketika penghargaan-penghargaan ekstrinsik diberikan kepada seseorang karena mengerjakan tugas yang menarik, hal itu justru menurunkan minat intrinsik dalam tugas itu sendiri.

b.3 Teori Penentuan Tujuan
Edwin Locke mengemukakan bahwa niat untuk mencapai sebuah tujuan merupakan sumber motivasi  kerja yang utama. Artinya, tujuan memberi tahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. Semakin sulit tujuan tersebut, semakin tinggi tingkat tujuan, semakin besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi setelah tugas yang sulit diterima, karyawan tersebut bisa diharapkan untuk mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi untuk berusaha mencapainya.
Individu-individu lebih termotivasi oleh tujuan-tujuan yang sulit karena tujuan yang sulit mengarahkan perhatian kita pada tugas yang sudah ada dan menjauh dari gangguan-gangguan yang tidak relevan. Tujuan-tujuan yang menantang mendapatkan perhatian kita dan akhirnya cenderung membantu kita untuk berfokus. Tujuan-tujuan sulit juga menambah semangat karena kita harus bekerja lebih keras untuk mencapainya.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi hubungan tujuan-kinerja. Ketiga faktor tersebut adalah komitmen tujuan, karakteristik tugas dan kultur nasional.
Program – Program MBO: Mempraktikkan Teori Penentuan Tujuan
Management By Objectives atau sering disingkat dengan MBO adalah pendekatan sistematis dan terorganisir yang menekankan pada pencapaian sasaran organisasi. Dalam jangka panjang, penerapan MBO ini memungkinkan manajemen untuk mengubah pola pikir organisasi menjadi lebih berorientasi pada hasil.
Konsep Manajemen by Objective (MBO) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan “Manajemen berdasarkan Objektif” ini pertama kali dikemukakan oleh Peter Drucker dalam bukunya yang berjudul “The Practice of Management” pada tahun 1954. Menurut Peter Drucker, Tujuan Organisasi yang ditetapkan harus melalui proses persetujuan antara Manajemen dan Karyawannya, bukan dipaksakan dari atas. Cara demikian akan lebih efektif dalam mendelegasikan otoritas pada sebuah organisasi besar sehingga semua karyawan memahami dan turut berkomitmen untuk pencapaian sasaran Organisasi tersebut. Sasaran-sasaran dalam organisasi dibuat secara bertingkat mulai dari Sasaran Organisasi keseluruhan, sasaran divisi, sasaran departemental hingga sasara individu karyawan itu sendiri.
b.4 Teori Efektivitas diri
Efektivitas diri yang dikenal sebagai “teori kognitif sosial” atau “teori pembelajaran sosial”. Semakin tinggi efektivitas diri seseorang, semakin tinggi rasa percaya diri yang ia miliki dalam kemampuannya untuk berhasil dalam suatu tugas. Jadi, dalam situasi-situasi sulit, kita merasa bahwa individu yang memiliki efektivitas diri rendah cenderung mengurangi usaha mereka atau menyerah, sementara individu dengan efektivitas diri tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengalahkan tantangan.
Peneliti yang mengembangkan teori efektivitas diri, Albert Bandura, memperlihatkan bahwa ada empat cara untuk meningkatkan efektivitas diri:
1. Penguasaan yang tetap
2. Contoh yang dilakukan oleh indidvidu lain
3. Bujukan verbal
4. Kemunculan
Menurut Bandura, sumber peningkatan efektivitas diri yang paling penting adalah apa yang disebutnya dengan penguasaan tetap. Penguasaan tetap adalah perolehan pengalaman yang relevan dengan tugas atau pekerjaan. Apabila berhasil melakukan suatu pekerjaan di masa lalu, saya yakin akan lebih mampu melakukannya di masa depan.
Sumber kedua adalah contoh yang dilakukan oleh individu lain atau menjadi lebih percaya diri karena anda melihat individu lain melakukan tugas tersebut. Sumber ketiga adalah bujukan verbal. Yaitu menjadi lebih percaya diri karena seseorang meyakinkan anda bahwa anda mempunyai ketrampilan yang dibutuhkan untuk berhasil. Para pembicara motivasional sering sekali menggunakan taktik ini.
Dan sumber yang terakhir adalah kemunculan meningkatkan efektivitas diri. Kemunculan memicu keadaan yang bersemangat yang mendorong seseorang untuk menyelesaikan tugas. Individu tersebut “tergerak” dan bekerja dengan lebih baik. Tetapi ketika tidak relevan, kemunculan merugikan kinerja. Dengan perkataan lain, apabila tugas tersebut adalah sesuatu yang membutuhkan perspektif utama yang lebih rendah dan lebih mantap, kemunculan sebenernya bisa merugikan kinerja.

b.5 Teori Penguatan
Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
b.6 Teori Keadilan
Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.
b.7 Teori Harapan
Teori harapan yang dikemukakan Victor Vroom menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.
Dalam bentuk yang lebih praktis, teori harapan mengatakan bahwa karyawan-karyawan akan termotivasi untuk mengeluarkan tingkat usaha yang lebih tinggi ketika mereka yakin bahwa usaha tersebut akan menghasilkan penilaian kinerja yang baik; penilaian yang baik akan menghasilkan penghargaan-penghargaan organisasional seperti bonus, kenaikan imbalan kerja, atau promosi; dan penghargaan-penghargaan tersebut akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi para karyawan. Oleh karenanya, teori tersebut berfokus pada tiga hubungan:
1)      Hubungan usaha-kinerja. Kemungkinan yang dirasakan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah usaha akan menghasilkan kinerja.
2)      Hubungan kinerja-penghargaan. Tingkat sampai mana individu tersebut yakin bahwa bekerja pada tingkat tertentu akan menghasilakn pencapaian yang diinginkan.
3)      Hubungan penghargaan-tujuan-tujuan pribadi.
Tingkat sampai mana penghargaan-penghargaan organisasional memuaskan tujuan-tujuan pribadi atau kebutuhan-kebutuhan seorang individu dan daya tarik dari penghargaan-penghargaan potensial bagi individu tersebut.
Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam pekerjaan-pekerjaan mereka dan hanya melakukan usaha minimum untuk mencapai sesuatu. Satu sumber yang mungkin untuk motivasi karyawan yang rendah adalah keyakinan para karyawan bahwa tidak peduli seberapa keras usaha mereka, kemungkinan untuk mendapatkan penilaian kinerja yang baik sangatlah rendah. Banyak karyawan menganggap lemah hubungan kinerja-penghargaan dalam pekerjaan mereka. Imbalan kerja yang diberikan kepada karyawan berdasarkan faktor-faktor seperti senioritas, kekooperatifan, atau bersikap baik dengan atasan, karyawan-karyawan cenderung menganggap hubungan kinerja-penghargaan itu lemah dan menurunkan motivasi. Namun pentingnya penghargaan-penghargaan yang disesuaikan dengan kebutuhan karyawan individual tidak diperhatikan manajer. Beberapa manajer salah mengsumsikan bahwa semua karyawan menginginkan hal yang sama, sehingga mengabaikan pengaruh-pengaruh motivasional dari penghargaan-penghargaan yang berbeda. Dalam kasus manapun motivasi karyawan diturunkan.
Kunci untuk teori harapan adalah pemahaman tujuan-tujuan seorang individu dan hubungan antara usaha dan kinerja, antara kinerja dan penghargaan, dan akhirnya antara penghargaan dan pemahaman tujuan individual. Sebagai sebuah model kemungkinan, teori harapan mengakui bahwa tidak ada prinsip universal untuk menjelaskan motivasi setiap individu. Selain itu, hanya karena kita memahami kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh seseorang tidak menjamin bahwa individu tersebut merasa kinerja yang tinggi selalu membawa dirinya pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.

c. Mengintegrasikan Teori-Teori Motivasi Kontemporer
Dimulai dengan peluang, yang bisa membantu atau menghalangi usaha-usaha individual. Peluang berhubungan dengan tujuan seorang individu, yang mengarahkan pada suatu perilaku. Teori harapan memprediksi bahwa karyawan-karyawan akan mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi apabila mereka merasa bahwa ada hubungan yang kuat antara usaha dan kinerja, kinerja dan penghargaan, serta penghargaan dan pemenuhan tujuan-tujuan pribadi. Setiap hubungan ini, nantinya, dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Supaya usaha menghasilkan kinerja yang baik, individu harus mempunyai kemampuan yang dibutuhkan untuk bekerja, dan sistem penilaian kinerja yang mengukur kinerja individu tersebut harus dianggap adil dan obyektif.
Hubungan kinerja-penghargaan akan mejadi kuat bila individu merasa bahwa yang diberi penghargaan adalah kinerja. Apabila teori evaluasi kognitif benar-benar valid di tempat kerja yang aktual, kita bisa memprediksi di sini bahwa mendasarkan penghargaan-penghargaan pada kinerja seharusnya mengurangi motivasi intrinsik individu. Hubungan terakhir dalam teori harapan adalah hubungan penghargaan-tujuan. Motivasi akan tinggi sampai tingkat di mana penghargaan yang diterima oleh seorang individu atas kinerja yang tinggi memenuhi kebutuhan-kebutuhan dominan yang konsisten dengan tujuan-tujuan individual.
Pengintegrasian teori-teori kontemporer mempertimbangkan motivasi pencapaian, rancangan pekerjaan, penguatan, dan teori keadilan organisasional. Individu yang berprestasi tinggi tidak termotivasi oleh penilaian organisasi tentang kinerja atau penghargaan-penghargaan organisasional, karena itu kenaikan dari usaha menuju tujuan-tujuan pribadi mereka yang mempunyao nAch tinggi. Teori penguatan mengakui bahwa penghargaan-penghargaan organisasi menguatakan kinerja individu. Penghargaan juga memainkan peran penting dalam penelitian keadilan organisasional. Individu akan menilai keuntungan dari hasil-hasil mereka bila dibandingkan dengan apa yang diterima individu lain, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana mereka diperlakukan-ketika individu merasa kecewa dengan penghargaan-penghargaan mereka, mereka cenderung sensitif dengan keadilan prosedur yang digunakan dan penghargaan yang diberikan kepada mereka oleh pengawas mereka.






BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Motif berasal dari bahas latin movere yang berarti bergerak atau to move (Branca, 1964). Karena itu motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organism yang mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force.
Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa motivasi itu mempunyai 3 aspek yaitu :
1. Keadaan terdorong dalam diri organisme yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani, karena keadaan lingkungan, atau karena keadaan mental seperti berpikir dan ingatan.
2. Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini.
3. Goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

SARAN
Adapun saran dari kami untuk pembaca, cermati dan bacalah dengan baik makalah ini agar dapat menjadi referensi yang bermanfaat.
 DAFTAR PUSTAKA

Robbins,P.Stephen dan Timothy A.Judge: Perilaku Organisasi; Jakarta:Salemba Empat: 2007.
 http://rifqi-alfinfebrian.blogspot.com/2012/11/makalah-hubungan-motif-motivasi-dan.html
http://cindradoankymailcom.blogspot.com/2010/07/makalah-psikologi-motiv-dan-motivasi.html
https://www.google.com/search?newwindow=1&client=firefox-a&hs=cgE&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&q=konflik+need+goal+dan+motivasi&oq=konflik%2C+need%2C+&gs_l=serp.1.0.0.1013511.1029461.0.1032306.54.19.0.2.2.0.585.5030.0j5j1j2j4j3.15.0....0...1c.1.32.serp..42.12.2709.rSLnKDqPimU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem informasi akuntansi_PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI DIFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTASI

Pengantar Bisnis _ Bisnis dan semua yg aspek - aspek nya_Akuntansi-Semester 1-Materi 1

Perilaku Keorganisasian_ Sikap dan kepuasan kerja